Blue & Grey ; Taegyu
Malam yang seharusnya menjadi tenang, terasa mencekamkan di salah satu rumah di kawasan elite itu. Nada tinggi, kata kasar, serta rangkaian perdebatan lain sedari tadi terdengar memekikkan telinga menembus dari balik pintu putih yang cukup megah. Suara teriakan yang menusuk telinga. Pecahan kaca yang menjadi suara pengiring pertengkaran hebat di antara kedua insan di sana, membuat satu insan kecil tak berdosa harus terkena imbasnya.
Laki-laki kecil itu hanya bisa menutup telinga dibalik bantalnya, dengan mencengkeram selimut tebalnya kuat-kuat, sembari terisak karena suara-suara itu selalu menghantui hari-harinya. Harinya yang seharusnya dia gunakan untuk bermain dengan tenang, tetapi malah harus meringkuk ketakutan seperti ini. Setiap hari selalu ada yang membuat kedua orang tuanya bertengkar hebat. Hanya masalah kecil, tetapi mampu membuat keduanya benar-benar bertengkar sampai beberapa perabot yang harganya tidak terbilang murah, juga harus menjadi korban.
Malam ini terdengar lebih berbeda dari biasanya. Setelah pertengkaran, biasanya berakhir dengan salah satu di antara keduanya akan keluar dari rumah untuk menenangkan diri, tetapi tidak untuk hari ini. Suara ketukan pelan, terdengar menggantikan suara mencekam tadi. Laki-laki kecil itu menggertakkan gigi ketakutan, tetapi dia memilih memberanikan diri keluar dari selimut tebalnya, saat suara halus memasuki indra pendengarannya.
Seorang pria dengan guratan tipis usia yang mulai terlihat, tersenyum sendu melihat anak laki-laki satu-satunya itu harus ketakutan, meringkuk di bawah selimutnya karena mendengarkan pertengkaran dirinya. Dia terdengar menghela nafasnya panjang, sebelum mengusap lembut rambut anak laki-laki kecil itu dan membawanya ke pelukan. Anak laki-laki itu yang awalnya takut, tidak bisa lagi menahan air matanya. Keduanya sama-sama terisak dalam sedikit kehangatan di malam yang dingin itu, sebelum alur takdir mengharuskan mereka berpisah. Dan pertemuan memilukan itu menjadi jalan terakhir mereka bertemu dalam pelukan, dan berpisah dalam uraian kata.
Mungkin bagi orang-orang, dunia adalah sekumpulan warna. Warna yang beragam, sampai tak terhitung jumlahnya. Tetapi dunia menurut seorang Kang Taehyun hanya terbagi menjadi dua warna, biru dan abu-abu. Biru untuk kebahagiaan, dan abu-abu untuk kesedihan. Selain itu? Hanya sekumpulan warna monokrom temaram yang tidak bisa dijelaskan, tidak berarti, dan juga tidak berguna.
Bagi Taehyun, hanya melihat dua warna ini bukan menjadi masalah. Taehyun bahkan lebih merasa dunia monokrom ini terlihat nyaman baginya. Setelah peristiwa mencekam dua belas tahun lalu, dia kehilangan semua warna dalam hidupnya. Hanya menyisakan warna biru dan kelabu. Hidupnya hancur saat kata perpisahan terucap dari bibir pria yang dulu sempat dia jadikan panutan. Meninggalkannya dan juga ibunya dalam kesendirian, kesendirian yang menyakitkan. Merubah semua arti tentang dunia menurut Taehyun kecil, dan membuat semua yang berhubungan dengan anak laki-laki cerah itu berubah dalam sekejap.
Taehyun melangkahkan kakinya ke rumah yang menjadi saksi bisu perpisahan orang tuanya dua belas tahun lalu. Rumah putih yang masih terawat dan berpenghuni sampai sekarang. Taehyun menatap datar pintu di depannya, sebelum seseorang membuka pintu sambil mempersilahkannya masuk. Dia hanya mengangguk, membenarkan posisi tasnya kemudian berjalan pelan masuk ke area rumahnya.
Rumah besar itu terlihat sepi. Taehyun menghela nafasnya lega, karena dia sepertinya hari ini bisa tertidur dengan tenang sebentar. Dia meletakkan tasnya, melempar tubuhnya ke ranjangnya kemudian menutup mata. Belum ada satu jam tubuhnya rileks, ketukan keras di pintu membuat terbangun. Keringat otomatis membanjiri wajah Taehyun saat dia mengetahui seseorang telah datang kembali. Suara ketukan yang semakin mengeras, membuat langkah lemas Taehyun memaksa dirinya untuk membuka pintu itu.
“I-iya ma?”
“Lama banget sih? Ini juga tadi udah mama suruh ke studio kenapa langsung pulang sih?!”
Taehyun mengigit bibirnya saat tangan itu mendorong tubuhnya. Tidak ada yang bisa dilakukan Taehyun selain diam, atau semua akan semakin rumit.
“Maaf ma. Taehyun capek tadi habis tes–”
“Alesan aja kamu! Masih mending mama mau numpang kamu di sini! Di suruh kerja bentar ada aja alesannya! Mau kamu mama usir kayak si bajingan tukang selingkuh itu hah?! Anak sama bapaknya sama aja!”
Sebuah tamparan mendarat di pipi putih Taehyun, membuat semburat merah datang ke sebelah pipinya. Taehyun menutup matanya, merasakan sensasi perih yang sudah menjadi santapan sehari-harinya.
“Jadwal photoshoot jam 7. Terserah kamu mau dateng atau engga, kamu tanggung sendiri akibatnya! Mama capek ngurusin kamu!”
Taehyun mengigit bibir bawahnya, saat suara pintu tertutup dengan keras. Lututnya melemas. Dia mengusap surainya ke belakang, sambil menahan air matanya agar tidak keluar. Jujur dia lelah hidup seperti ini. Tapi dia juga tidak bisa berbohong, jika mamanya sudah menyelamatkannya dari pilihan bodoh. Jika pada hari itu dia memilih hidup bersama papanya, mungkin hidupnya sudah berakhir saat itu juga, saat papanya pergi.
Taehyun menghela nafasnya lega saat suara jepretan kamera terakhir berbunyi. Dia langsung menunduk dan tersenyum ke arah semua orang yang sudah bekerja keras dengannya hari ini. Dia berjalan ke arah pintu, sebelum menunduk lagi dan berpamitan pulang. Taehyun menarik nafasnya panjang. Melihat ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan angka sembilan malam. Masih belum terlalu malam, dia masih ada waktu untuk menikmati hidupnya yang lumayan memahitkan.
Pemandangan kota, menyambut pandangan mata Taehyun. Laki-laki itu meminta agar supirnya berhenti di sebuah coffee shop. Taehyun mengeluarkan maskernya sebelum keluar dari mobil. Dia tidak mau orang lain menyadari kehadirannya di sini. Dia ingin bernapas dengan tenang untuk malam ini. Hanya untuk malam ini.
Taehyun duduk di salah satu kursi paling ujung untuk menghindari keramaian. Menopang dagunya, melihat suasana di luar yang semakin lama semakin sunyi. Dia menghela nafas saat beberapa notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Taehyun hanya melirik ponselnya, sama sekali tidak berniat membalas pesan-pesan itu. Dia sama sekali tidak ingin diganggu.
Jam hampir menunjukkan angka sebelas malam. Taehyun memutuskan untuk keluar dari coffee shop itu. Taehyun menghela nafasnya, mendongak melihat butiran tipis gerimis mulai turun membasahi tubuhnya. Tak ada niatan untuk berteduh terlebih dahulu, laki-laki itu malah terus berjalan menembus buliran hujan yang dengan perlahan menambah volume air jatuhnya.
Taehyun berjalan pelan menembus hujan. Memerhatikan beberapa orang yang menatapnya heran karena berjalan di bawah hujan yang cukup deras. Dia tak peduli. Dia hanya ingin merasakan betapa dinginnya dan juga sakitnya hujan saat menjatuhkan dirinya ke bumi. Dia ingin melepaskan rasa sakitnya juga, bersamaan dengan hujan yang turun.
Air mata Taehyun menerobos keluar, berkamuflase dengan butiran air langit yang jatuh ke bumi. Mencoba mengeluarkan semua isakan pilu dan juga menyakitkan yang menggebu dalam dadanya. Rintihan tipis, terdengar bersahutan dengan kerasnya suara air hujan. Rasanya benar-benar sakit. Sepertinya beberapa juta serpihan kaca, memaksa keluar mengoyak tubuhnya.
Taehyun menjatuhkan tubuhnya di aspal jalanan sepi. Mencoba membuat tubuhnya memeluk derasnya hujan yang menghujam bumi. Merasakan tusukan tipis benda bening langit yang sepertinya juga merasakan sakit seperti dirinya. Sakit yang berbeda, dengan rasa sakit yang sama. Bahkan benda bening itu rela jatuh untuk melampiaskan rasa sakit ke buminya.
Suara teriakan, menggema beriringan dengan melodi menyakitkan milik hujan. Tiba-tiba saja, hujaman air langit berhenti berusaha menembus tubuhnya. Taehyun membuka matanya. Melihat sebuah kaki dengan tanpa alas, terhias di depan pandangan matanya.
“Kamu tidak apa-apa?”
Taehyun berusaha menetralkan napasnya. Dia mendongakkan kepalanya, melihat seseorang berwajah manis dengan payungnya, menatapnya khawatir. Seperti seorang malaikat datang di depannya. Apa dia sedang bermimpi? atau memang salah satu malaikat surga datang untuk menjemputnya?
“Hei? Kok melamun? Kamu tidak apa-apa?”
Seseorang itu melambaikan tangan, membuyarkan lamunan mengada-ada Taehyun. Taehyun mengerjapkan matanya. Berusaha menetralkan mimik mukanya, dan berdiri dari duduk pilunya.
“Gua gapapa”
“Aku tidak yakin. Ayo kita berteduh dulu. Kamu basah!”
Orang itu langsung menarik tangan Taehyun, tanpa menunggu jawaban persetujuan dari laki-laki itu, dan membawanya ke sebuah toko kecil yang masih terlihat terbuka dengan cahaya tipis yang menyinarinya.
“Duduk dulu. Aku buatkan teh hangat!”
Taehyun terdiam, memerhatikan orang itu berlarian kecil masuk ke area dalam toko. Hanya beberapa menit saja, orang itu hadir kembali membawa secangkir minuman penuh uap dan satu handuk kecil.
“Maaf di sini tidak ada baju ganti, tapi kamu bisa keringkan sedikit menggunakan ini. Jangan lupa diminum tehnya agar tidak masuk angin!”
Orang itu tersenyum, sambil mengode Taehyun agar menuruti perintahnya. Taehyun menghela napasnya panjang.
“Lo siapa? Kenapa tiba-tiba banget dateng?”
“Aku kebetulan hendak menutup toko, dan melihat kamu berteriak aku pikir kamu kesakitan. Benar kamu tidak apa-apa?”
Taehyun tersenyum tipis, “Raga gua gapapa kok. Tapi jiwa gua engga...”
“Dan kamu melampiaskan semua itu ke hujan?”
Taehyun mengangguk, sambil mengaduk-aduk teh panas di depannya.
“Langit memilih diam, dan mengeluarkan segala kekecewaannya ke bumi melalui air matanya. Sama kayak gua, yang memilih berjuang menahan rasa sakit sendirian, di temani oleh rasa sakit milik langit”
Orang itu terlihat mengulum bibirnya.
“Semua tampak baik-baik saja saat seseorang mencoba membuat hari-harinya cerah. Tapi dibalik senyum cerah, seseorang mampu menyembunyikan beribu-ribu rasa sakitnya dalam benaknya. Dan membiarkan dirinya, bahkan jiwanya terluka demi kebahagiaan itu. Benar kan?”
Taehyun menoleh, melihat senyum manis seseorang itu terbentang menenangkan bagai obat yang menyembuhkan rasa perih di dadanya.
“Bohong jika aku tidak kenal kamu. Apalagi saat masker kamu lepas”
Taehyun sadar, jika dia menarik maskernya sebelum menyiksa dirinya sendiri di bawah guyuran rasa sakit milik langit. Bagaimana bisa dia seceroboh ini?
“Tapi aku bukan orang yang akan membocorkan hal ini. Aku Beomgyu. Makhluk biasa yang sering melihat seorang model ternama di televisi, dan tiba-tiba bertemu tanpa rencana di luar takdir sempurna”
Taehyun terdiam, “Lo penggemar?”
Beomgyu tertawa, “Bukan. Hanya seorang yang sedang menggunakan waktu luangnya untuk menonton acara televisi, sembari menunggu rejeki datang membeli sesuatu di sini”
Taehyun diam. Memperhatikan sebuah toko kecil yang bangunannya tidak sampai berukuran 4Ă—4, dengan berisi berbagai macam barang-barang pokok yang mungkin saja di beli oleh orang-orang. Tetapi di tengah kota besar ini, sepertinya keberadaan bangunan ini tak terlihat. Apalagi tempatnya berada di jalanan sepi yang jarang sekali dilewati orang-orang.
“Tapi kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak akan membuka mulut tentang semua hal yang terjadi. Karena aku tau, sesempurna hidup manusia, pasti ada sisi kelam yang menunjukkan sifat asli orang itu. Jiwa kuat dan penuh wibawa, dalam sekejap dapat berubah menjadi jiwa lemah nan rapuh, yang bisa kapan saja terjatuh hanya karena tertiup angin”
“Lo tau masalah gua?” Tanya Taehyun setengah kebingungan karena perkataan laki-laki itu.
Beomgyu menggeleng, “Hanya sebuah terkaan tak jelas. Tetapi jika itu memang terjadi, aku harap kamu sudah paham jika dunia memang suka mempermainkan hidup dan alur takdir seseorang”
Taehyun menganggukkan kepalanya, “Itu semua bener. Bahkan di usia gua yang baru menginjak delapan tahun, gua harus mendapat perlakuan buruk karena kata perpisahan dari bokap sama nyokap”
“Di usia segitu juga, kondisi mental mama gua mulai terganggu dan mulai nyiksa gua sampe sekarang. Perlakuan yang awalnya manis, berubah menjadi seperti iblis. Mama nyuruh gua kerja dari kecil, jadi model sampe sekarang. Bahkan sampe ngabaiin pendidikan kuliah gua demi ga liat gua santai di rumah. Mama nganggep gua penyebab semua atas perselingkuhan papa dulu, dan nyalahin atas semua itu”
Beomgyu terdiam. Dia tidak berharap laki-laki itu menceritakan kisah hidup kelamnya di sini.
“Aku tidak pernah berharap kamu bercerita semua ini. Tapi aku tau kamu hebat. Seorang Kang Taehyun, model yang selalu tersenyum di depan kamera, bahkan mampu menyembunyikan lukanya selama ini. Kamu hebat!”
Taehyun tersenyum simpul, “Baru kali ini gua denger pujian itu secara langsung. Makasih, Beomgyu? Maaf juga gua ga sadar cerita semua masalah gua. Tolong rahasiakan ini ya?”
Beomgyu mengangguk, “Kamu bisa percaya kepadaku. Aku hanya seorang makhluk biasa, yang tidak mempunyai hak sama sekali untuk menghancurkan hidup seorang idola seperti mu”
“Idola apanya? Bagaimana bisa idola mempunyai hidup sekelam ini?”
Taehyun tertawa. Membuat semburat cahaya matahari cerah, terlihat tipis menghiasi wajahnya. Beomgyu tersenyum lebar. Senyum laki-laki itu terlihat lebih tulus dari sebelumnya.
“Jujur aja impian kecil gua dulu bukan jadi seseorang yang terkenal kayak sekarang. Tapi kenangan pahit itu, menelan semua impian gua. Gua pengen balik lagi hidup biasa. Hanya seputar kuliah buat ngejar cita-cita, sambil kerja paruh waktu di coffee shop pasti menyenangkan”
“Tetapi, Tuhan sepertinya tengah mengatur ulang takdirmu”
Taehyun menoleh, “Maksudnya?”
“Taehyun.. kamu sadar atau tidak, tetapi Tuhan sudah merencanakan semua ini. Karena dia sadar jika kamu bukan manusia yang lemah. Tuhan hanya ingin kamu bisa merubah takdir yang dia jalankan. Dan dia juga ingin tahu, bagaimana seorang Kang Taehyun berjuang merubah hidupnya yang muram”
Taehyun terdiam. Dia sama sekali tidak pernah berpikir untuk merubah hidupnya. Bahkan untuk memberontak saja, dia tidak mampu. Bagaimana bisa dia bisa berjuang merubah hidup kelabunya ini?
“Secercah cahaya, perlahan mungkin akan hadir merubah hidupmu. Tetapi juga butuh keyakinan dalam diri kamu sendiri, Taehyun. Aku yakin kamu bisa. Kamu tidak mau kan hidupmu harus berjalan seperti mainan remote control yang terus dikendalikan? Aku tidak menyuruhmu memberontak hidupmu, hanya merubah sedikit pemikiranmu tentang hidup. Hidup bukan hanya seputar pasrah dan menyerah. Kamu masih punya banyak harapan untuk melanjutkan hidupmu sendiri, sesuai dengan keinginanmu”
Taehyun termenung. Semua perkataan laki-laki yang baru saja dia temui beberapa menit lalu, benar adanya. Dia selama ini hanya diam, menurut semua kendali dari mamanya. Dia sama sekali belum pernah mencoba menolak, hanya karena dia merasa semua itu akan sia-sia. Tapi dia harus berterimakasih kepada laki-laki ini, yang datang dan menyadarkan semuanya. Jika dia tidak bertemu dengan laki-laki ini, mungkin dia akan terus menangis dan berteriak dalam pelukan hujan sampai malam memakan tangisnya, tanpa ada perubahan di dalam hidupnya.
“Makasih”
“Tidak perlu berterimakasih. Jika kamu butuh tempat bercerita, kamu bisa datang ke sini. Tidak akan ada orang atau wartawan yang akan melihatmu. Dan aku juga bukan orang yang akan membocorkan semua itu. Aku bisa berjanji” Ucap Beomgyu sambil mengangkat satu jari kelingkingnya.
Taehyun terkekeh kecil, “Lo lucu. Makasih lagi, Beomgyu”
Hari ini Taehyun memilih menikmati senja, setelah kuliahnya dengan melangkahkan kakinya ke arah tempat yang kemarin dia kunjungi. Sebuah toko kecil, hadir dalam pandangannya dan membuat semburat senyum kecil timbul menghiasi wajahnya.
“Sore, Beomgyu”
Beomgyu tersenyum menyambut kehadiran laki-laki itu.
“Kamu datang? Apa tidak ada jadwal?”
Taehyun menggeleng, “Sebenernya sih ada.. Tapi kata lo, gua harus berjuang sama keinginan gua buat ngelawan semuanya kan?”
Beomgyu tertawa kecil sambil membawa satu botol minuman ke depan laki-laki itu.
“Bagaimana dengan mamamu?”
“Gua bakal urus itu nanti. Buat sekarang gua mau napas dulu bentar”
Beomgyu tersenyum tipis. Dia tidak tau jika laki-laki itu cepat memilih pilihannya. Bahkan dia tidak menyangka jika waktu tugasnya akan secepat ini.
“Gua boleh kan numpang ngerjain tugas di sini? Tugas gua numpuk banget sampe hampir dikeluarin dari kampus”
Tawa Taehyun terdengar, bercampur dengan perih yang tertahan. Beomgyu hanya mengangguk, sambil membiarkan laki-laki itu membuka buku-bukunya dan juga laptopnya. Kemudian mulai mengabaikan kehadirannya.
“Gua tuh dulu sebenernya pengen ikut papa, tapi hak asuh kemungkinan besar jatuh ke mama. Setelah perpisahan keduanya, papa dikabarkan bunuh diri di apartemen miliknya. Jujur gua bingung gatau harus apa, karena papa bilang mau buktiin sesuatu biar mama percaya, tapi malah berakhir begitu”
Taehyun tersenyum kecut, sambil melihat jalanan sepi di depan sana.
“Kamu percaya tidak, jika papamu sudah membuktikan sesuatu kepada mama kamu?”
Taehyun menoleh. Menatap bingung Beomgyu.
“Maksudnya?”
“Papa kamu, mempertaruhkan nyawanya untuk membuktikan bahwa dia benar-benar menjaga kepercayaan pernikahannya. Tetapi mama kamu masih belum bisa percaya, dan setelah kematiannya baru mama kamu menyesal karena tidak mempercayai papa kamu dan berakhir seperti ini. Mama kamu menyalahkannya semuanya ke kamu”
Taehyun menatap tak percaya laki-laki di sebelahnya itu.
“Lo bercanda ya? Ngarang banget dah..”
Beomgyu menggeleng, “Tetapi jika kamu tidak bisa mempercayai hal itu, itu hak kamu. Aku tidak memaksa kamu mempercayaiku”
Taehyun terdiam. Kenapa hatinya ingin memberontak dan mencoba mempercayai laki-laki itu? Aneh..
“Gua ga pengen percaya. Tapi jujur gua bingung. Lo kenapa tiba-tiba hadir di hidup gua dan perlahan merubah kepikiran gua?”
Beomgyu tersenyum, “Takdir?”
Taehyun mengangguk, “Iya juga yaa.. btw makasih? Mungkin kalo kemaren lo ga dateng, gua masih pasrah sama jalan hidup gua”
Beomgyu mengangguk, “Terima kasih kembali, Taehyun”
Taehyun tersenyum tipis. Kenapa nada bicara laki-laki itu sungguh menggemaskan? Dan wajahnya bahkan sangat manis. Dia belum pernah melihat laki-laki seperti itu. Bahkan wajah bulatnya, dengan mata berbinarnya mungkin saja mampu membius siapa saja yang berbicara dengannya, terutama dirinya.
“Oiya lo mau makan ga? Aman kok ga bakal ada media yang liat”
Beomgyu mengangkat satu alisnya, “Boleh. Di mana?”
Taehyun tersenyum, “Tutup dulu sana tokonya. Gua nyari taksi dulu”
Sebuah semburat keunguan, menjadi pemandangan indah menyapu pandangan mata. Dengan suara gulungan ombak, ikut hadir menemani malam kedua orang itu. Taehyun membawa Beomgyu ke sebuah pantai yang cukup jauh dari jangkauan kamera yang selama ini mengikutinya. Memesan beberapa makanan, dan menikmati pemandangan laut di depan sana.
“Gua kalo stress di rumah, gua bakal ke sini. Tempat ini malah udah kayak rumah gua. Beberapa penjual di sini bahkan udah deket sama gua, saking seringnya di sini. Salah satunya bibi tadi, dia bahkan udah nganggep gua kayak anak sendiri” Ucap Taehyun sambil tersenyum lebar.
Beomgyu paham. Terlihat dari gemerlap bintang di mata Taehyun, menandakan bahwa laki-laki itu sangat bahagia berada di sini. Dia bersyukur masih ada satu tempat yang bisa Taehyun anggap rumahnya. Walaupun tempat itu bukan rumah aslinya.
“Makan gih, sebelum dingin!”
Gulungan ombak, terlihat sempurna dari bibir pantai. Taehyun menutup matanya, sembari tiduran di atas pasir putih. Menikmati gemericik ombak yang menenangkan pikirannya, dengan gemerlap cahaya bintang ditemani bulan di langit gelap malam.
“Bulannya cantik”
Beomgyu mengangguk, “Iya, terlihat sangat sempurna”
“Kayak lo”
Beomgyu tersentak, dan langsung melihat ke Taehyun yang menatapnya.
“Lo percaya ga, sama cinta pandangan pertama?”
Taehyun menatap Beomgyu yang diam.
“Daripada percaya, aku lebih memilih untuk tidak akan pernah mempercayainya”
“Lo ga percaya?”
Beomgyu menggeleng, “Tidak”
Taehyun mendengus, “Padahal gua lagi ngalamin itu, bisa-bisanya lo ga percaya”
“Sama siapa?”
Taehyun mengangkat satu alisnya, kemudian tertawa. Membuat Beomgyu kebingungan.
“Sama lo, bodoh!”
Beomgyu terdiam. Bagaimana bisa? Apa yang harus dia lakukan?
“Maaf, tapi kenyataannya gitu. Gua ga berharap lo bales semua ini kok. Gua cuma pengen ngungkapin aja, gausah dipikir”
“Siapa yang bilang aku tidak bisa membalas?”
“Lo mau?”
Beomgyu hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum. Membuat tanda tanya besar hadir di benak seorang Kang Taehyun. Apa maksudnya? Tapi laki-laki itu benar-benar terlihat menggemaskan apalagi saat dia menyatakan isi hatinya tadi. Andai di terima, mungkin Taehyun sudah melompat memeluknya saking gemasnya.
Tetapi hal itu hanya angan-angan saja...
Taehyun masih menempelkan senyum tipisnya pada wajahnya, saat melihat seseorang yang dia kenal tengah menatapnya tajam di depan pintu rumah.
“Apa yang kamu lakukan?! KENAPA KAMU BERANI SEKALI TIDAK HADIR DALAM ACARA PENTING TADI?!!”
Taehyun menghela napasnya, “Taehyun harus ngerjain tugas, kalo engga aku harus keluar dari kampus”
“SIAPA YANG PERDULI DENGAN KULIAHMU? LEBIH BAIK JIKA KAMU KELUAR DAN FOKUS DENGAN KARIRMU KANG TAEHYUN!!”
Taehyun menatap mamanya tak percaya.
“Mama pengen aku keluar dari kampus? Kenapa ga nyuruh aku keluar dari dunia model aja biar bisa fokus ke cita-cita ku jadi astronom?”
Satu tamparan berakhir di pipi putih Taehyun. Membuat semburat merah dengan membawa rasa perih, merambat ke pipinya.
“BERANINYA KAMU?! DASAR ANAK PEMBAWA SIAL!”
Taehyun terkekeh tipis, “Jadi bener ya? Mama nyalahin aku atas kematian papa? Kenapa mama ga nyalahin diri aja karena gabisa percaya papa? KENAPA MAMA MALAH NYALAHIN AKU ATAS SEMUANYA?!”
Air bening perlahan menetes melewati pipi, dari laki-laki yang sudah menahan semua rasa sakitnya selama ini.
“KENAPA MAMA SELALU LAMPIASIN SEMUA PENYESALAN MAMA KE AKU? AKU YANG GATAU APA-APA KENAPA HARUS TERKENA IMBAS SEMUA KESALAHAN MAMA? KENAPA?!”
Satu tamparan kembali hadir, membuat pipi Taehyun kian memerah.
“KAMU–!!”
“KENAPA? Mama bakal nampar aku lagi? Atau mau mukul aku pake barang-barang di rumah lagi? TERSERAH!! Lebih baik aku mati daripada hidup di rumah kayak neraka ini!!”
“T-taehyun?”
“Mama tau ga sih selama ini aku sering bolak-balik rumah sakit karena kekerasan yang dilakuin mama? Aku selalu berusaha nutupin semua luka biar media ga tau, dan bertindak bahwa semua baik-baik aja. Capek ma, TAEHYUN CAPEK!!”
“Mama sekali aja dengerin Taehyun bisa ga sih? Jangan anggep Taehyun hanya sebuah pembawa sial karena kematian papa. Taehyun juga anak mama, darah daging mama sendiri!” Suara Taehyun melemah, diiringi isak tangis yang perlahan mulai hadir, memenuhi ruang sepi halaman rumah.
“Taehyun pengen, sekali aja ngerasain disayang mama. Tapi kayaknya gabakal pernah bisa. Mama aja gapernah mau dengerin perkataan Taehyun, apa yang dirasain Taehyun selama ini mama aja acuh”
“Aku beberapa kali retak tulang, mama gatau kan? Kepala aku bocor karena pukulan guci sebulan lalu juga mama gatau. Karena apa? Mama nganggep Taehyun hanya pembawa sial yang tidak berguna. Mama sekali saja gapernah nanyain keadaan Taehyun, dan bikin Taehyun sebagai alat penghasil uang. Taehyun capek ma. Taehyun pengen nyerah..”
Mama Taehyun terdiam. Melihat tubuh kering anaknya itu, perlahan melemah menyentuh tanah, dengan isakan tangis yang terus mengirim setiap rasa sakit yang dia lontarkan melewati bibir yang selama ini hanya membisu, melawan rasa sakitnya sendiri.
“Taehyun pengen nyerah ma.. Tapi ada seseorang yang percaya kalo Taehyun kuat. Dia percaya kalo aku bisa berjuang sama pilihanku sendiri. Dia yang nyadarin Taehyun kalo ini hidup Taehyun, aku berhak nentuin jalan hidupku sendiri. Dan kayaknya ini hari yang tepat buat lepasin semua kendali mama. Taehyun pengen hidup di bawah kendali Taehyun sendiri. Terserah mama mau marah atau maki-maki Taehyun bakal tetep ada dipilihan Taehyun sendiri. Taehyun bakal pergi, aku pamit ma. Maaf”
Taehyun mengusap air yang menggenang di pelupuk matanya, kemudian bangkit dari duduknya. Melihat sekilas mamanya, sebelum melangkah pergi. Tetapi, baru beberapa langkah ke arah pagar rumah, dia merasakan sebuah tangan menggenggam hangat pergelangan tangannya.
“Jangan pergi. Mama mohon Taehyun jangan pergi tinggalin mama”
Suara tangis penuh penyesalan terdengar memilukan. Taehyun mengigit bibirnya, saat melihat binaran tulus penuh penyesalan terpancar di mata mamanya.
“Ma?”
“Maafin mama. Maaf mama terus menyalahkan kamu atas semua ini. Maaf maaf maaf”
Taehyun langsung memeluk tubuh kurus wanita yang hampir saja terjatuh karena penyesalannya.
“Maafin Taehyun juga. Maaf”
“Taehyun kenapa minta maaf? Semua ini kesalahannya mama. Sekarang terserah kamu mau ngapain, tapi tolong jangan tinggalin mama sendiri”
Mama menatap Taehyun, kemudian mengusap lembut surai satu-satu anaknya itu.
“Maafin mama ya?”
Taehyun menganggap, kemudian kembali memeluk wanita itu.
“Maafin Taehyun juga, ma”
Kini, warna dalam hidup Taehyun kembali. Warna biru dan kelabu yang selama ini menemaninya, sekarang mempunyai banyak teman baru. Warna-warni hidup perlahan mengisi kehampaan takdir Taehyun selama ini. Dia harus berterimakasih kepada laki-laki manis itu karena membantunya mengembalikan semua warna di hidupnya.
Walaupun hanya sementara.
Berita pengunduran diri seorang model ternama Kang Taehyun dari dunia permodelan, sukses membuat seluruh penjuru kota ramai. Tak hanya di kota, di sebuah toko kecil yang menyiarkan saluran nasional, bukan ramai tetapi ada seorang laki-laki yang tersenyum tipis mendengar berita panas itu. Senyumnya memiliki arti. Arti yang mungkin saja berdampak besar bagi kehidupan seorang Kang Taehyun selanjutnya.
Taehyun tersenyum senang saat keluar dari area konferensi. Mamanya di sebelahnya hanya bisa menggeleng sambil tertawa kecil melihat kegembiraan anaknya.
“Ma? Aku pengen nemuin seseorang habis selesai ngampus boleh?”
“Yang kamu ceritain kemarin?”
Taehyun mengangguk. Mamanya hanya mengangguk menyetujuinya.
“Dianter pak supir yaa?”
“Iya ma!'
Taehyun melangkahkan kaki jenjangnya turun dari mobil, dan langsung disambut dengan angin malam yang mengangkat anak rambutnya. Senyumnya terlihat sangat cerah, mengalahkan temaramnya lampu taman yang ada di tempat itu. Bahkan sinar rembulan juga akan minder melihat senyum cerahnya.
Tetapi senyumnya tak bertahan lama, saat melihat bangunan toko yang masih dia kunjungi kemarin, sudah menghilang rata dengan tanah. Taehyun mengelilingi pandangannya ke penjuru tempat sepi ini, namun nihil semuanya seperti tidak ada kehidupan seperti kemarin.
“Den Taehyun yakin ini tempatnya? Setau bapak, tempat ini sudah lama sepi begini karena penggusuran satu tahun lalu”
“Bapak yakin?”
Pak supir mengangguk, “Iya den. Bapak bahkan pernah membicarakannya dengan aden kan?”
Taehyun membisu. Dia benar-benar lupa ini adalah tempat penggusuran, oleh karena itu tempatnya sangat sepi dan sengaja dia gunakan untuk menenangkan pikirannya. Kenapa dia tidak sadar?
Untuk bangunan dan..
Laki-laki manis itu....
Jadi dia siapa?—
Malam ini, sunyi tanpa arti. Taehyun melamun di balik balkon kamarnya, sembari mengaduk-aduk kopinya yang telah mendingin dimakan angin malam dan membawa semua kenangan hangat ke arah gumpalan awan hitam yang berkumpul di langit.
Rintik air mulai turun menjadi pertanda langit sekali lagi memahami isi hatinya. Taehyun menarik napasnya paham, saat rintik air membasahi telapak tangannya yang terbuka. Tiba-tiba saja selembar surat tanpa pemilik, jatuh tepat di tangannya. Taehyun mengangkat satu alisnya, sembari berusaha mencari pemilik surat itu. Tetapi dia sadar. Kamarnya berada di lantai tiga, tidak mungkin ada surat nyasar ke sini. Lalu surat dari mana?
Namun rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya. Dia perlahan membuka surat putih itu, sebelum terdiam karena aroma surat ini benar-benar familiar. Aroma familiar khas laki-laki manis itu. Taehyun yakin ini dari Beomgyu. Dia dengan cepat membaca isi surat, sebelum mulutnya kelu membisu karena isi surat itu.
Halo Taehyun?
Maaf jika aku tiba-tiba menghilang begitu saja, tetapi tugas singkatku di sini telah usai. Aku kira tugas ini akan berakhir lama, tetapi sepertinya takdirmu lebih menginginkan perubahan lebih cepat. Apa kamu percaya dengan keberadaan Guardian Angel? Iya malaikat penjaga yang ditugaskan untuk mendampingi manusia yang sedang tersesat dalam ruang takdirnya. Salah satunya aku. Tugasku adalah membuatmu mengerti apa artinya perjuangan hidup. Perjuangan untuk meneliti jalan hidupmu sendiri, tanpa terpaku dengan ucapan dan paksaan mamamu. Ya lebih mudahnya, adalah mengubah jalan takdirmu. Mungkin memang terkesan aneh dan tidak sopan, tetapi kamu mempunyai hak untuk melanjutkan hidup sesuai dengan keinginanmu sendiri. Dan itu berhasil. Aku senang saat tahu, kamu memilih mundur dari dunia model dan memilih fokus dengan pendidikan kuliah mu untuk menjadi astronom yang hebat. Aku yakin kamu bisa! Aku tunggu seorang astronom Kang Taehyun! Tetapi maaf, jika aku tidak bisa melihatmu merajut mimpimu. Tugasku di sini telah usai. Tugasku untuk Kang Taehyun telah berakhir, dan Tuhan memintaku untuk kembali. Maafkan aku. Jangan berharap ke seseorang tak nyata sepertiku, Taehyun. Kamu berhak mencintai seorang manusia yang sama sepertimu. Aku hanyalah sebuah semburat cahaya yang tak bisa tergapai, dan juga tak nyata. Maafkan aku, tetapi aku juga tengah berusaha keras untuk tidak membalas semua rasamu, namun gagal. Dan Tuhan harus bertindak menarikku kembali, sebelum sebuah alur takdir makhluknya semakin kacau. Dan membuat Dia harus menghanguskan sebuah cahaya tak sadar diri, penuh dosa sepertiku. Mungkin jika kamu membaca ini, aku sudah berada di tempat yang tidak bisa didefinisikan. Maafkan aku, sekali lagi maafkan aku. Maafkan aku yang tak nyata ini karena telah berdosa, mencinta salah satu hamba nyata dari Tuhanku. Maafkan aku. Aku mencintaimu, Taehyun. Dalam ketidak nyataanku. Dan selamat tinggal. Aku menunggu kabar baik dari takdirmu selanjutnya! Tolong jaga dirimu selalu, Kang Taehyun.
—from Beomgyu, ur guardian angel<3
Surat di akhiri, dengan beberapa tetesan air mata bercampur air langit yang membasahi lembaran secarik surat itu. Surat yang hanya bersifat sementara—seperti malaikatnya, sebelum menghilang seperti warna-warna dalam hidupnya semalam kemarin.
Dia tidak menyangka jika laki-laki manis itu, yang sempat mengisi beberapa jam dalam hidupnya ternyata benar-benar berbeda. Bagaimana bisa dia mempercayai jika laki-laki itu adalah seorang malaikat penjaga, selain dengan binaran bintang di mata bulatnya. Dan juga wajahnya yang benar-benar manis membius.
Dan kini malaikat penjaganya, Beomgyu nya sudah pergi. Malaikat penjaga yang secara tidak sadar sudah ikut membawa perasaannya pergi. Pergi jauh kembali, entah ke tempat awalnya atau ke tempat barunya untuk menebus kesalahannya.
Jadi, untuk apa dia memberontak melawan takdirnya seperti kemarin, jika laki-laki manis itu, alasannya malah pergi. Apa arti hidup untuknya untuk saat ini. Hanya kembali ke dua buah warna biru dan kelabu yang tak berarti, dan tidak berguna.
Atau dia harus menyusul laki-laki manis itu untuk mengembalikan semua arti dari warna-warna dalam hidupnya..?
—end