Ghosting (sungjake)

Grey

Jake menatap pantulan kaca kosong di depannya. Entah sudah berapa jam dia berdiri menatap pantulan kosong itu. Dia bingung. Entah kenapa dia bisa tiba-tiba menjadi tembus pandang. Terakhir kali yang dia ingat, dia berada di mobil menuju ke rumah Sunghoon, setelah itu pandangannya memburam dan terbangun dengan tubuh yang sudah menjadi samar.

Jake menghela nafas. Dia masih ada di apartemen miliknya. Ralat, apartemennya hasil patungan dengan roommatenya Jay. Apartemen ini tampak sepi, karena Jay pagi-pagi sekali sudah keluar entah kemana. Setelah mendapat telepon dari seseorang, Jay langsung pergi meninggalkan beberapa pertanyaan utuh di kepalanya.

Sudah berapa hari dia seperti ini. Jake benar-benar tidak sadar. Terakhir kali dia ingat kemarin dia bangun di kamarnya, dan tubuhnya sudah menjadi transparan seperti saat ini. Jake bingung. Sebenernya apa sih yang terjadi dengan dirinya.

Sunghoon, laki-laki itu tengah memejamkan matanya sembari mendengarkan celotehan managernya. Hampir setengah jam dengan posisi yang sama. Sebelum suara notifikasi ponselnya membuatnya terusik dan membuka matanya, melirik benda pipih di sebelahnya itu.

Nama Jay, berada dalam barisan paling atas notifikasinya. Sunghoon melirik sekilas managernya di depan kemudian pamit untuk mengangkat telepon dari laki-laki itu.

“Kenapa Jay?”

”Ada kabar dari kepolisian”

Seunghoon melebarkan matanya.

“Sumpah? Gimana?!” Jawabnya antusias.

”Katanya ini mereka nemuin potongan cctv mobil Jake”

“Terus?”

”Agak gajelas sih, ini arah ke rumah lo tapi tiba-tiba cctvnya rusak jadi masih setengah clue nya”

Sunghoon menghela nafasnya panjang. Kepalanya tiba-tiba berdenyut seperti mencoba mengingat sesuatu.

“Akh”

”Hoon? Lu gapapa?”

Sunghoon memegang kepalanya.

“G-gue gapapa kok”

”Jangan bilang minggu ini lo lupa check up?”

Sunghoon teringat. Jay benar, minggu ini dia lupa check up karena jadwal pemotretannya benar-benar padat.

”Hoon, lu boleh khawatir sama Jake, tapi kesehatan lo juga penting. Lo juga sih ngapain sih nyium keramik dari lantai 2?!!”

“Ya mana gua tau anjir gainget gue ngapain sampe bisa jatuh gitu”

”Bener kata Jake lo tuh ceroboh banget!! Yaudah gua mau ngomong sama pak polisi dulu, lo jangan lupa minta anter bang Hee ke dokter”

“Yaa”

Sunghoon menutup teleponnya. Kepalanya terus berdenyut sampai managernya keluar dan memergokinya tengah memegang kepalanya.

“Ya Tuhan!! Sunghoon lo kenapa?!!”

“Shh, gapapa bang Cuma pusing aja”

Heeseung, manager Sunghoon jelas panik. Sunghoon tadi baik-baik saja kok sekarang malah sekarang kayak gini.

“Efek jatuh tiga minggu lalu masih kerasa ya? Mau ke dokter?”

Sunghoon menggeleng.

“Gausah. Anter gue pulang aja bisa?”

Jake melihat mobil putih memasuki area rumah. Mobil yang sangat familiar di setengah memori Jake yang masih tersisa.

“Itu mobil kak Hee gasih?”

Jake mengerutkan keningnya saat melihat Heeseung buru-buru keluar, kemudian beralih ke pintu penumpang dan membantu Sunghoon keluar.

“Sunghoon kenapa?”

Jake mengikuti kedua orang itu masuk rumah Sunghoon. Entah kenapa dia juga tiba-tiba ada disini. Jake tadi hanya sendirian berkeliling apartemen kosong miliknya dan Jay, tetapi tiba-tiba sesuatu seperti tengah menariknya dan dia berakhir disini.

Jake menatap Sunghoon yang tengah menutup mata di ranjangnya. Bibir pucat Sunghoon dan kulit saljunya yang memucat, memperlihatkan dengan jelas jika laki-laki itu tidak dalam kondisi baik.

Jake tersenyum tipis. Berusaha menggapai kening Sunghoon lalu mengeceknya. Rasa hangat samar menjalar di tubuh abu-abunya. Dia menghela nafas. Menarik ujung bibirnya sembari merendam semua pikiran kalutnya saat ini. Andai saja dia tidak menjadi tembus pandang, mungkin dia sekarang sudah mengomeli laki-laki itu karena tidak menjaga tubuhnya.

Jake masih sama, menatap wajah dingin Sunghoon dengan kepingan memori yang masih bertahan. Dia menatap Sunghoon dengan tatapan aneh, seperti ada yang mengganjal dari diri laki-laki itu, entah apa Jake juga tidak tau.

“Hoon.. kenapa aku jadi abu-abu? Kenapa kamu gabisa liat aku lagi??”

Jake tersentak, lalu mengangkat satu alisnya saat melihat tidur Sunghoon terganggu. Dia mengelus rambut hitam laki-laki itu, mencoba membuat Sunghoon merasa nyaman walaupun usapannya hanya terasa seperti angin lalu. Ya bagaimana bisa bayangan atau jiwa menggantung ini bisa menyentuh benda hidup coba?

Sunghoon membuka matanya. Sontak membuat Jake disebelahnya otomatis memundurkan tubuhnya. Sunghoon langsung bangun dari tidurnya, kemudian memutar pandangan normalnya ke sekeliling kamarnya yang tampak kosong.

Dia bingung. Dia tadi benar-benar merasakan aura kekasihnya, Jake disini. Tetapi kenapa semuanya tampak kosong? Apa jangan-jangan tadi hanya mimpi? Tapi sentuhan Jake tadi benar-benar seperti nyata. Sentuhan samar jemari laki-laki itu yang bergesekan dengan rambut kelamnya, benar-benar terasa nyata. Tapi sepertinya dia hanya bermimpi. Tidak mungkin Jake tiba-tiba kembali.

Jake menatap Sunghoon yang tampak linglung. Ikut bingung melihat Sunghoon yang seperti sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia merubah posisinya. Menggeser tubuhnya agar bisa dengan leluasa melihat atau sekedar mencoba membaca pikiran laki-laki di depannya.

“Jake”

Jake terkejut. Dia sontak melihat ke jari-jarinya saat Sunghoon memanggil namanya. Tetapi semuanya masih tampak sama, masih abu-abu transparan. Dia mendongak, kembali melihat bingung Sunghoon yang melamun entah kearah mana.

“Jaeyun.. kamu kemana?”

Jake menarik nafasnya lega. Hampir saja dia jantungan karena mengira Sunghoon dapat melihatnya, dalam kondisi abu-abu tak nyata ini. Jika terjadi, mungkin dia akan benar-benar berterima kasih pada Tuhan jika Sunghoon bisa melihatnya dalam wujud ini walaupun hanya beberapa menit saja. Jake berharap harapannya terwujud. Semoga saja...

Sunghoon melihat asal aura hangat samar yang dia yakini itu kekasihnya, Jake. Air matanya perlahan turun tanpa perintah yang jelas dengan iringan kepalanya yang mulai berdenyut kembali.

“Aku gatau, tapi aku rasa kamu hilang itu aneh. Aku juga ga inget hari dimana kamu hilang Jae. Aku bingung”

Jake terdiam. Memilih mengigit bibir bawah dalamnya sembari terus memperhatikan laki-laki yang tengah berbicara sendiri itu.

“Aku Cuma inget, terakhir aku cerita ke kamu kalau aku dipecat. Cuma sampai itu sebelum aku tau kamu menghilang”

Jake tersentak. Hah? Sunghoon pernah cerita itu kepadanya? Kapan? Kenapa dia tidak mengingatnya?

“Setelah itu aku jatuh dari lantai 2 gatau kenapa. Bangun-bangun dapet kabar kamu menghilang. Aku sempet bingung. Aku kira kamu memang sengaja hilang gamau ketemu aku, tapi ternyata engga. Tapi bukan itu aja yang aneh”

Jake menatap Sunghoon tajam. Memerhatikan Sunghoon yang terlihat ragu tetapi ingin terus membuka apa yang dia ingat, sebelum memori kecil itu benar-benar dihapus kembali.

“Tapi, kenapa saat aku siuman bang Hee udah ada di rumah sakit, bukannya aku udah dipecat? Terus tiba-tiba bang Hee datang bawa job baru. Aneh banget kan Jae?”

Jake sontak mengangguk.

“Aku juga bingung hoon”

Sunghoon melebarkan matanya. Jake kaget saat Sunghoon benar-benar melihat kearahnya. Bagaimana tidak, Sunghoon yang sebelumnya melihat asal ke depan sekarang benar-benar melihat kearahnya. Seolah-olah dia sudah terlihat sekarang.

“Jae kamu disini? Ini aku ga halusinasi kan aku barusan denger suara kamu Jaeyun?”

Jake menahan nafasnya. Bingung harus apa. Ini nyata kan? Gamungkin Sunghoon mendengar suaranya.

“Kamu bisa denger aku, hoon?”

Sunghoon tersentak. Dia mengangguk dengan jelas kearah suara Jake.

“Bisa!! Ini gue ga mimpi kan? Kamu beneran Jaeyun kan bukan hantu?”

Jake menghela nafasnya. Ya kan emang dia sekarang jadi hantu. Mau jawab apa lagi?

“Gue merinding. Ini beneran Jaeyun atau bukan sih??”

Jake menatap Sunghoon jengah. Dia menghela nafas saat melihat laki-laki itu mengangkat sebuah kalung salib miliknya tepat di depannya. Sunghoon pikir dirinya arwah jahat gitu? Jadi bakal kepanasan gitu? Hadeh..

“Beneran lah!! Aku juga gatau kenapa tiba-tiba jadi gini”

Jake menghela nafas. Menatap Sunghoon yang memegang kepalanya kembali.

“Hoon? Kamu gapapa?”

“Akh bentar. Aku kayak ngelupain sesuatu, tapi apa?”

Jake mengangkat satu alisnya. Bingung mau menjawab apa. Semua ini memang terasa ganjil. Dia bahkan tidak tau dia sudah meninggal atau belum, eh tiba-tiba jadi tembus pandang gini.

Sunghoon memijat pelipisnya. Rasa sakit kepalanya kian bertambah, seiring dia yang berusaha mengingat secuil memori penting yang sepertinya sengaja dihapus dari ruang di otaknya.

“Kalo sakit gausah dipaksa Hoon. Aku gapapa kok”

Sunghoon menatap ruang kosong yang dia yakini itu Jake. Sunghoon menggeleng.

“Lebih penting alesan kamu bisa hilang Jae, dari pada aku sakit kepala biasa gini”

Sunghoon menghela nafasnya. Masih tak menyerah, dia terus mencoba mengingat satu keping puzzle yang menghilang dari otaknya. Rasa sakit perlahan merambat ke seluruh tubuhnya. Sunghoon sedikit menggerang. Perlahan potongan kecil memori mulai muncul dan berkumpul di satu titik. Merangkai memori lama yang sempat menghilang dan membentuk memori baru.

Sunghoon melebarkan matanya. Kilasan memori yang sempat dia lupakan perlahan hadir di ingatannya. Setengah percaya setengah tidak. Dia mengingat seluruh reka adegan, alasan mengapa Jake bisa menghilang, tembus pandang seperti sekarang.

“G-gak, gamungkin!”

Sunghoon mengacak rambutnya asal, membuat beribu pertanyaan mendadak hadir kembali di kepala Jake. Sunghoon geram. Bagaimana bisa???

“Hoon?”

“Diem dulu Jake. Please... Gua masih ga percaya sama ini”

Jake mengerjapkan matanya tak paham.

“Ga percaya apa hoon?”

Sunghoon menarik nafasnya berat.

“Alesan kamu hilang”

Jake melebarkan matanya. Hampir saja berteriak senang, tiba-tiba kalimat selanjutnya dari Sunghoon mendadak membuatnya membisu.

“Itu.. gara-gara gue hiks”

Jake benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi selain melihat Sunghoon yang menduduk sembari terisak.

“M-maksud kamu apa hoon?”

“Alesan kamu gini itu gara-gara aku, Jae!! Aku, atau lebih tepatnya aku di masa dulu pernah bikin perjanjian konyol agar karir aku di masa depan terus berjalan mulus dengan menyerahkan jiwa suci ke pimpinan”

“Hah??”

Jake tak paham. Dia menatap Sunghoon yang masih saja enggan menatap kearahnya. Maksudnya apasih? Jiwa suci? Pimpinan??

“Jiwa suci itu kamu, Shim Jaeyun”

Jake melebarkan matanya. Nafasnya tercekat. Jake sontak mengigit bibir bawahnya. Pernyataan Sunghoon barusan benar-benar membuat dadanya bergemuruh. Dia benar-benar membisu. Bingung, kepalanya terasa berdenyut dan pandangannya mulai berkunang-kunang.

“J-jae kamu nyata”

Jake melihat kearah tangannya. Sunghoon tak berbohong, dirinya benar-benar terlihat nyata sekarang.

“Hoon?”

Suara jeritan terdengar memekikkan telinga. Bukan Sunghoon, tetapi dari arah Jake. Sunghoon terkejut saat melihat Jake memegang kepalanya. Perlahan, cairan merah menetes membasahi permukaan lantai. Sunghoon melebarkan matanya. Terdiam, tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.

Jake menatapnya dalam. Hampir setengah mukanya tertutup cairan kental itu. Buliran air bening menetes menuruni pipinya. Jake seperti melihat kilasan balik apa yang terjadi sebelumnya. Waktu seperti perlahan berputar, memutar video nyata apa yang terjadi sebelum dirinya menghilang. Dia yang awalnya tak percaya, sekarang memaksa otaknya menerima semua fakta itu. Sekarang dia yakin, perkataan Sunghoon tadi sepenuhnya benar.

Jake tersenyum, melihat kearah Sunghoon yang masih terdiam melihatnya tanpa berkedip. Matanya sembab, linangan air mata tak berhenti menetes sembari melihatnya. Jake mengulum bibirnya. Dia mendapatkan sebuah bisikan kilat. Bisikin yang memberitahunya apa yang akan terjadi, seperti yang memang seharusnya terjadi sekarang.

Jake melihat semburat cahaya putih menembus tipis melewati pandangan normal. Dia tersenyum saat melihat pantulan tubuhnya di kaca tepat di depannya, perlahan meremang. Kembali perlahan menjadi abu-abu dan terus membening.

“J-jaeyun?”

Jake tersenyum. Melihat dalam Sunghoon yang entah sejak kapan duduk bersimpuh tepat di depannya. Mencoba memegang tangan rapuh, setengah tak nyata miliknya.

“Maafin aku hiks please jangan pergi lagi”

Jake masih tersenyum. Mengusap lembut rambut Sunghoon sebelum menyesuaikan tubuhnya dengan laki-laki yang sudah mengisi hidupnya sekarang ataupun di masa lalu itu.

“Hoon? Jaga diri ya? Maaf Jaeyun gabisa nemenin hoon terus”

Sunghoon menggeleng. Jake hanya bisa terkekeh. Sunghoon dengan cepat menarik tubuh abu-abu Jake. Sunghoon benar-benar tidak ingin Jake pergi untuk entah keberapa kalinya. Itu kesalahan Sunghoon masa lalu tapi kenapa dia sekarang ikut terseret merasakannya?

Jake menitikkan air matanya. Berusaha membalas pelukan hangat laki-laki dingin itu sambil berusaha menahan tubuhnya yang terasa semakin ringan. Dia tidak ingin pergi, tetapi takdir memilih menyatukan mereka kemudian memisahkannya dalam sebuah perjanjian konyol yang entah sejak kapan terjadi.

Jake menarik nafasnya dalam. Tak berani membuka matanya dan melihat tubuh abu-abunya mungkin semakin tak terlihat. Memilih merasakan dekapan hangat dengan iringan isak menyesakkan Sunghoon. Jake menghela nafasnya sekali lagi. Nafasnya semakin memberat. Sepertinya beberapa detik lagi dia akan benar-benar menghilang, selamanya.

“Hoon? Aku Cuma mau bilang aku sayang kamu. Aku ga marah tentang ini. Ini kesalahan Sunghoon dulu bukan Hoonku sekarang. Tolong lanjutin hidup seperti biasa, aku pamit ya?”

Sunghoon menggeleng. Merasakan udara hampa yang dia peluk semakin tak terasa. Jake tersenyum tipis. Melepas pelukannya pelan sebelum melihat wajah bengkak Sunghoon.

“Jaeyunie sayang Hoonie. Jaga diri ya bae?”

“Engga!! Kamu gaboleh hilang lagi Jae gaboleh!!”

Jake tersenyum tipis. Benar-benar senyum terakhir yang mungkin bisa dirasakan maupun dilihat seorang Park Sunghoon. Perlahan tubuh abu-abu itu memutih kemudian menghilang seperti cahaya. Meninggalkan beribu-ribu luka penyesalan abadi di diri Sunghoon.

“Ga. Ini mimpi..”

“SHIM JAEYUN!!!”

Sunghoon tersentak. Merasakan bulir-bulir keringat turun deras di wajahnya. Nafasnya terlihat memburu. Sunghoon melihat ke sekeliling, ini kamarnya.

“Hoon? Kamu gapapa?”

Sunghoon menoleh kearah seseorang yang baru saja masuk ke kamarnya, dengan wajah khawatir. Sunghoon sontak berlari kearah orang itu kemudian memeluknya.

“Jaeyun hiks.. please jangan pergi lagi”

Jake, laki-laki itu mengangkat satu alisnya bingung.

“Kamu kenapa hoon? Mimpi buruk?”

Sunghoon menggeleng. Jake hanya bisa mengiyakan sambil menepuk punggung laki-laki itu agar tenang.

“Jangan pergi lagi ya Jae?”

Sunghoon menatap Jake yang masih bingung. Tetapi laki-laki itu hanya mengangguk menanggapi ucapannya barusan.

“Iyaiya.. emang aku pergi kemana?”

Sunghoon menggeleng. Memilih memeluk kembali Jake. Mimpinya barusan benar-benar seperti nyata. Dia tidak ingin kehilangan Jaeyunnya, lagi. Entah di dunia nyata maupun mimpi, dia benar-benar tidak ingin melihat itu lagi.

Tanpa dia sadari ada seseorang yang tengah tersenyum, menatap mereka dari jauh. Senyum manisnya bahkan sampai tidak dapat diartikan. Orang itu menatap Sunghoon maupun Jake dalam. Seperti melihat rekaman adegan drama romansa di televisi. Dia terkekeh tipis sebelum menghilang dan pergi.

”Itu hanya contoh kilasan sekilas mimpi burukmu, Sunghoon. Sebelum mimpi itu akan menjadi kenyataan dan Jake benar-benar akan menghilang dari duniamu, selamanya...”

–end