360 – sempiternal (sunhak)

365-05.05 PM

Rintik air membasahi seluruh sudut kota. Tak terkecuali, bahkan di dalam hatiku juga. Jalanan didepanku bahkan sudah sepenuhnya menggenang karena air hujan. Hampir dua jam penuh, hujan sama sekali tak mau berhenti. Bahkan diriku–ju haknyeon, masih tetap menunggu sendirian di halte menunggu dirinya lagi dan lagi. Lagi? Ya ini sudah ke 365 kalinya aku menunggunya disini, lebih tepatnya satu tahun penuh aku menunggunya disini, tanpa kepastian. Entah sampai kapan aku harus menunggu. Menunggu seorang kim sunwoo yang tidak akan pernah kembali lagi–selamanya.


“Kak ju? Tau ga bedanya kakak sama mochi”

Haknyeon melirik sekilas laki-laki didepannya itu lalu mendengus kesal. Ini sudah pertanyaan kelima yang dilontarkan sunwoo kepadanya dari pagi berpapasan di gerbang kampus dan sekarang dia mengulanginya lagi?

“Sumpah lo gada kerjaan ya woo?”

Bukan Haknyeon yang menyindir laki-laki kim itu, melainkan Changmin yang notabene sahabat Haknyeon yang ikutan gedek sama tingkah adek tingkat mereka sekaligus 'calon' pacar haknyeon–mungkin(?)

“Apasih ganggu orang lagi pdkt aja”

Ya sunwoo dan Changmin dari awal bertemu, tidak akan ada kata akur diantara mereka. Kerjaannya yah kalau ga saling sindir ya berantem. Pusing sendiri Haknyeon liatnya.

“Mending kalian pergi deh, Changmin ada kelas kan abis ini? Terus sunwoo? emang gada tugas atau apa gitu??” Ucap haknyeon sedikit kesal.

“Ada!! Tugasku kan mencintaimu, kak ju” ucap sunwoo dengan santainya, sebelum satu sepatu mendarat sempurna dijidatnya. Yaa siapa lagi pelakunya kalau bukan seorang ji Changmin.

“ANJG GELI!!”

Haknyeon hanya menghela nafas saat sunwoo dan Changmin kembali adu mulut. Ya tuhan, tolong beri Haknyeon kesabaran lebih untuk menghadapi kedua manusia berotak kosong itu.


“KAK JU!!!”

Haknyeon menoleh kearah koridor teknik. Itu sunwoo, ya emang siapa lagi selain dia yang memanggilnya dengan nama marganya ju?

“Hmm? Kenapa?” Tanya Haknyeon saat sunwoo sudah berada didepannya.

“Nanti sore sibuk ga?” Ucap sunwoo singkat.

Haknyeon mengangkat alisnya kemudian menggeleng.

“Enggak napa? Mau jalan??”

Sunwoo tampak terdiam–seperti tengah memikirkan sesuatu, dia bahkan terlihat sedikit mengigit bibir bawahnya sebelum kembali menggembangkan senyumnya dan mengangguk.

“Iyaa!! Aku jemput di halte yaa kayak biasanya? Jam lima lebih lima”

Haknyeon hanya mengangguk. Seperti biasanya. Tapi bentar, ada yang aneh.

“Woo? Hidung lo??”

Sunwoo reflek menutup hidungnya. Dia bisa merasakan sesuatu yang agak kental menetes pelan ke telapak tangannya. Haknyeon sontak mengangkat alisnya bingung. Ini sudah keempat kalinya dia memergoki sunwoo mimisan. Aish.. dia mulai khawatir sekarang. Dia langsung mencari sesuatu ditasnya yang sekiranya bisa menghentikan pendarahan itu.

“Nih!!” Haknyeon menyodorkan selembar tisu ke sunwoo dan langsung diterimanya.

“Lo kenapa?”

Sunwoo hanya tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.

“Kayaknya kecapekan doang hehe”

Haknyeon menghela nafasnya. Alasan sunwoo selalu sama, membuat dirinya semakin khawatir.

“Cek ke dokter yaa?? Gua takut lo kenapa-napa”

Sunwoo lagi-lagi menggeleng “aku gapapa kak”

Haknyeon mengangguk, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa faktanya memang laki-laki kim didepannya itu terlihat baik-baik saja. Tapi, wajah sunwoo sekarang terlihat lebih pucat dari sebelumnya.

“Lo pucet, jalannya besok aja yaa lo istirahat dulu hari ini”

Sunwoo menggelengkan kepalanya cepat.

“Ihh aku gapapa kok beneran!! Mumpung ada waktu– Kalo besok aku dah pergi gimana” sunwoo melirihkan kalimat terakhirnya. Haknyeon mengangkat alisnya bingung. Ada apa sih dengan Sunwoo?

“Beneran gapapa?” Tanyanya khawatir.

Sunwoo mengangguk kepalanya sambil tersenyum cerah.

“Iyaa ish!! Yaudah yaa aku pergi dulu ada kelas, love u!!”

Pipi Haknyeon sontak merona.

“A-apa apaan sih!!” Omel haknyeon sembari menutupi pipinya yang hampir seperti kepiting rebus. Sunwoo terkekeh, manis sekali.

“Lucu ihh!! yaudah aku pergi dulu hehe ati-ati dijalan yaa awas kesandung, dadahh!!” Sunwoo mengacak rambut Haknyeon singkat sebelum berbalik pergi.

Haknyeon hanya mengangguk sambil menutupi pipinya yang semakin memerah. Sunwoo terkekeh lagi lalu berjalan pergi dan menghilang di persimpangan koridor. Hatinya terasa hangat. Melupakan kekhawatirannya beberapa menit yang lalu. Pipinya semakin merona. Ya hanya seorang kim sunwoo yang bisa membuat seorang ju kulkas haknyeon merona seperti ini.

Tapi Haknyeon tetaplah Haknyeon. Seorang tsundere boy kelas kakap yang tidak bisa menyatakan rasa sukanya secara terang-terangan seperti sunwoo. Sudah begitu dia juga tidak mudah peka dan sulit mencerna keadaan. Tapi untungnya sunwoo bisa memahami semuanya. Yaa antara memahami itu dan bersyukur. Bersyukur sampai saat ini Haknyeon tidak menaruh curiga, yaa curiga ada sesuatu yang ditutupnya rapat-rapat seperti hal kecil tadi.


Entah sudah keberapa kalinya Haknyeon mengecek ponselnya. Hampir jam lima dan sunwoo belum ada tanda-tanda datang, tak seperti biasanya.

“Mana? Katanya kayak biasanya?”

Changmin ikutan kesal saat melihat jam tangannya. Sudah jam lima lebih, biasanya sunwoo sudah datang dengan cengingiran khasnya.

“Ck! Telat kali, lo juga kenapa buntutin gua kesini hah??” Ucap haknyeon kesal.

Changmin memutar bola matanya ikutan kesal. Kan niatnya baik nemenin laki-laki ju itu, eh malah diomelin.

“Tapi ini beneran telat loh, dah lebih lima belas menit”

Haknyeon melirik ponselnya yang menyala dan benar, sudah jam 5 lebih seperempat. Perasaannya mulai tidak enak. Kemana perginya sunwoo?

“Kalian beneran janjian kan?” Tanya Changmin heran setelah menyadari perubahan mendadak mimik muka haknyeon.

Tiba-tiba tetesan air mulai turun. Haknyeon mendongak ke langit, sampai tak sadar langit menghitam karena sibuk memikirkan sunwoo. Dadanya tiba-tiba nyeri. Perasaannya berkecamuk sekarang. Ada apa sih sebenernya.

“Lo gapapa hak? Kambuh??” Tanya Changmin khawatir ketika melihat Haknyeon memegang dadanya, tepat di ulu hatinya.

Haknyeon menoleh ke Changmin sekilas lalu menggeleng. Ini bukan sakit seperti biasanya, tapi entah kenapa dadanya tiba-tiba sakit padahal dia tidak pernah telat meminum obatnya.

Hujan semakin deras. Langit mulai menghitam, diiringi semburat senja yang hanya mengintip tipis dibalik gumpalan abu-abu dilangit. Peralihan menuju malam. Nyeri di dada Haknyeon semakin parah. Changmin terus memaksanya pulang tapi entah Haknyeon merasa, dirinya masih harus tetap menunggu laki-laki kim itu datang.

Hujan bertambah deras diiringi suara burung khas senja. Jalanan didepan semakin sepi. Langit mulai menggelap. Perasaan Haknyeon semakin memburuk. Pikirannya hanya tertuju ke satu titik, kim sunwoo.

Siluet bayangan mobil samar-samar menembus derasnya hujan menjadi titik utama pandangan kedua orang di halte itu. Haknyeon sudah beranjak dari duduknya. Memastikan itu mobil laki-laki yang dari tadi mengambil seluruh pikirannya. Tapi sepertinya bukan.

Mobil berwarna biru muncul menerjang derasnya hujan. Mobil itu memelan saat mendekati halte. Haknyeon dan Changmin sudah dipastikan tengah mengamati mobil yang sepenuhnya sudah berhenti didepan mereka. Satu kata yang muncul di pikiran mereka, siapa?

Wajah yang bisa dibilang cukup familiar muncul. Menatap Haknyeon sendu dibawah payung transparan yang dia bawa. Itu eric sohn, teman satu fakultas sunwoo sekaligus teman tongkrongannya. Wajah eric begitu lusuh, lingkaran matanya tampak jelas seperti seseorang yang habis menangis.

Eric melangkahkan kakinya pelan menghampiri kedua orang itu. Ujung bibirnya perlahan naik sedikit ketika menatap seseorang yang tengah dia cari saat ini. Ju Haknyeon. Haknyeon bahkan sampai menaikkan alisnya bingung saat eric berjalan fokus kearahnya.

“Halo kak Haknyeon dan emm kak Changmin? masih kenal gua kan?”

Haknyeon otomatis mengangguk heran sambil memerhatikan kilatan cahaya di mata laki-laki sohn itu. Eric tengah menahan tangisnya. Itu terlihat sangat jelas.

“Eric kan? Anak teknik temen sunwoo??”

Eric mengangguk membenarkan lalu mengeluarkan sesuatu dari balik saku hoodienya. Haknyeon diam, masih memerhatikan eric sampai laki-laki itu menyodorkan sesuatu kearahnya.

Secarik surat terbungkus rapi dan juga sebuah kotak berwarna hitam. Haknyeon menerimanya tanpa berbicara. Menatap lekat kedua benda itu sebelum menatap Eric penuh pertanyaan.

“Mending lo buka aja” ucap eric sambil mengigit bibirnya, berusaha menahan emosinya biar tidak pecah.

Haknyeon tak merespon apapun dan langsung membuka surat itu. Baru membuka suratnya saja dia bisa menebak jika itu dari sunwoo, bau parfum ini sangat melekat dengan laki-laki kim itu. Haknyeon melanjutkan membuka surat itu, saat melihat kata pertama dia benar-benar yakin kalau itu sunwoo.

Baru membaca satu kalimat diatas dia langsung bingung. Perasaannya langsung campur aduk. Semakin banyak kalimat yang dia baca, matanya semakin memanas. Antara bingung, tak paham, marah, sedih, jadi satu.

Kalimat terakhir berakhir. Dadanya bergejolak. Matanya benar-benar berkunang sekarang. Air matanya sudah resmi jatuh. Dia menatap eric yang tengah mendongakkan kepalanya sebelum berjalan penuh emosi kearah laki-laki itu.

“Maksud lo apa?!! Gausah bercanda bangsat!!”

Satu tonjokan Haknyeon mendarat sempurna di rahang eric sampai membuat laki-laki sohn itu jatuh tersungkur. Changmin yang dari tadi diam, langsung beranjak menahan tubuh Haknyeon yang sudah sepenuhnya terisi amarah itu.

“Hiks!! Bercanda lo galucu tau bangsat!! Gamungkin Sunwoo pergi secepat ini GAMUNGKIN!!!” Teriak Haknyeon histeris. Changmin menatap lurus Eric yang tengah bersimpuh didepan haknyeon. Ada apa sih sebenernya?

“Maaf hiks maafin gua kak gua gabisa jagain sunwoo” ucap eric menahan tangisnya agar tidak pecah.

Haknyeon ikut bersimpuh. Kakinya sudah tidak kuat lagi menahan raganya. Haknyeon rapuh. Tangisnya benar-benar sudah pecah dari tadi. Sunwoo benar-benar sudah pergi. Pergi meninggalkanya. Haknyeon menunduk, berusaha menolak kenyataan pahit yang bisa dikatakan sangat mendadak ini.

Haknyeon menutup telinganya seiring tangisnya yang masih mengalir. Sakit. Dadanya juga semakin perih. Haknyeon benar-benar tidak kuat sekarang. Pandangannya sudah tidak jelas, buram. Nafasnya mulai terengah-engah. Semuanya terlihat gelap, pandangannya benar-benar menghilang sekarang sebelum sayup-sayup suara changmin dan eric juga ikut menghilang.


Haknyeon masih disini–di halte, mendongak kearah langit hitam yang dari tadi enggan menghentikan tangisnya, seperti dirinya. Rasa sakit semakin bergejolak ketika semburat bayang-bayang sunwoo, masih selalu hadir di benaknya. Sakit.

Mata haknyeon memburam. Dadanya mulai terasa nyeri, ah sepertinya penyakitnya kambuh. Haknyeon hanya tersenyum sambil berusaha melihat jelas sesuatu di jari manisnya. Sebuah cincin sederhana dengan permata bening menghiasinya. Hadiah terakhir dari sunwoo. Yaa itu benda yang berada di kotak hitam itu. Sebuah cincin yang rencananya digunakan oleh sunwoo untuk melamarnya sore itu, tapi hanya sebuah rencana. Laki-laki kim itu malah pergi meninggalkannya.

“Jahat banget lo nu hiks”

Tetes rindu sekaligus penyesalan menetes kembali. Haknyeon memukul dadanya yang semakin perih. Dia selalu tersiksa rindu ini. Bayangan sunwoo selalu menyiksanya sampai saat ini.

Matanya semakin menggelap. Pandangan matanya sudah tidak bisa fokus melihat sekitar, semuanya terlihat buram. Dadanya semakin perih. Nafasnya juga kian memendek. Ah, apa ini sudah waktunya?

“Haknyeon? Ayo pulang”

Mata Haknyeon benar-benar gelap sekarang. Dia tidak bisa melihat seseorang didepannya, tapi suara itu sangat familiar di telinganya. Itu Changmin, sahabatnya.

Haknyeon hanya bisa tersenyum. Dadanya semakin panas. Kepalanya juga memberat. Bahkan dia hanya bisa mendengar samar changmin yang sepertinya berusaha menyadarkannya. Tapi sepertinya mustahil. Sepertinya memang sudah waktunya. Waktunya untuk memperbaiki takdir abadinya dengan sang matahari. Haknyeon tersenyum, lebih cerah dari sebelumnya. Bayangan sunwoo perlahan hadir kembali sambil melayangkan senyum cerahnya seperti biasa. Haknyeon terkekeh pelan sebelum membuka suara–untuk terakhir kalinya.

“Iya habis ini pulang–” kalimatnya terjeda diiringi suara dengungan yang memenuhi gendang telinganya. Haknyeon sudah tidak bisa menahannya lagi. Sudah terlalu lama dia tersiksa seperti ini. Lelah, dia sangat ingin kembali bertemu sunwoo. Bahkan dia melihat laki-laki kim itu berada di depannya–menjemputnya dengan senyuman khasnya. Yaa sudah waktunya. Waktunya dia untuk pulang sekarang, menuju keabadian.

“Pulang, bertemu sang matahari”

“Sempiternal (adj) atau lebih dikenal dengan eternal yang berarti abadi. Sebuah kisah tentang permainan Tuhan. Kisah tetang kamu yang pergi jauh, sangat jauh. Dan aku yang mencoba menjemput takdir, takdir untuk menemuimu menuju keabadian dan aku berhasil. Berhasil menemuimu, Kim Sunwoo...” –Ju Haknyeon

—end.